Kamis, 04 November 2010

Saatnya Perubahan Sains dan Teknologi

0 komentar

Semenjak terjadinya agresi militer Israel ke Jalur Ghaza Palestina memberikan luka mendalam bagi umat Islam. Bukan saja di Palestina yang mengalaminya, namun di zona udara Mesir juga. Seperti yang diungkapkan oleh Alvin Toffler bahwa kekuatan dunia dibagi menjadi tiga. Pertama, kekuatan otot sebagai kekuatan paling rendah dan tidak berharga. Kedua, kekuatan ekonomi sebagai kekuatan kelas menengah. Ketiga, kekuatan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai kekuatan paling tinggi yang menetukan peradaban dunia mutakhir.
Negara yang rendah kualitas ilmu pengetahuan dan teknologinya akan menjadi bangsa kulli, tidak disegani, dan tidak dihormati bangsa-bangsa lain. Dalam persaingan ekonomi tingkat dunia, negara-negara yang miskin inovasi teknologi hanya berpotensi sebagai pasar subur Negara-negara maju yang tidak mampu bersaing di pasar global. Dalam segi kebudayaan, negara-negara yang rendah kualitas teknologinya menjadi inferior dan underestimate. Sedangkan dalam segi politik global, mereka tidak diperhitungkan.
Contohnya, suara dari Liga Arab dan OKI (Organisasi Konferensi Islam) tidak mendapat respons serius dari negara-negara maju. Tapi, coba saja, kalau Rusia, Prancis, Inggris, dan Cina yang bersuara lantang, Israel dan Amerika akan meresponsnya. Kritik pedas bahkan demonstrasi anti-zionis di seluruh dunia tidak menyulutkan semangat Israel memborbardir Jalur Gaza yang baginya adalah penghalang utama menguasai daerah pendudukan tersebut.
Kalau negara-negara Islam ingin bersuara lantang menghadapi hegemoni Israel-Amerika, tidak ada cara lain, kecuali meningkatkan pengembangan sains dan teknologi mutakhir untuk mengimbangi kecanggihan teknologi negara-negara maju dari Amerika dan sekutunya. Menurut Amich Alhumami (2008), sejarah kemajuan bangsa-bangsa di dunia merupakan sejarah tentang keunggulan sebuah peradaban yang unsur paling elementernya adalah sains teknologi. Pencapaian sains teknologi sangat tergantung pada daya dukung kelembagaan, terutama perguruan tinggi dan lembaga riset yang berfungsi sebagai pusat keunggulan. Perguruan tinggi dan lembaga riset merupakan bagian dari infrastruktur paling penting dalam proses pengembangan sains teknologi di negara-negara maju di Eropa dan Amerika.


by: Ayu

Penemuan Umat Islam untuk Ilmu dan Pengetahuan Modern

0 komentar

Para ahli matematika Islam yang menemukan aljabar memperkenalkan konsep tentang menggunakan huruf-huruf sebagai variabel-variabel yang tak dikenal dalam persamaan-persamaan sejak abad ke-9. Melalui sistem ini, mereka memecahkan berbagai persamaan-persamaan yang kompleks, termasuk kuadrat dan persamaan pangkat tiga. Mereka menggunakan simbol-simbol untuk mengembangkan dan menyempurnakan teorema binomial. Jadi Francois Vieta, seorang ahli matematika Prancis, bukanlah yang pertama menggunakan lambang-lambang aljabar pada tahun 1591. Dia menulis persamaan-persamaan aljabar dengan huruf-huruf seperti x dan y, dan mengatakan bahwa penemuannya ini mempunyai dampak serupa dengan kemajuan dari penggunaan angka Romawi ke angka Arab.
Dikatakan bahwa selama abad ke-17 Rene Descartes telah menemukan bahwa aljabar bisa digunakan untuk memecahkan persoalan geometris. Tetapi jauh sebelumnya, yakni sejak abad ke-9, para ahli matematika di masa kekhalifahan Islam sudah melakukan hal yang sama. Pertama adalah Thabit bin Qurrah, kemudian diikuti oleh Abu Al-Wafa pada abad ke-10 dengan membukukan kegunaan Aljabar untuk mengembangkan geometri menjadi eksak dan menyederhanakan sains.
Diinformasikan juga kepada kita bahwa tadinya tidak ada perbaikan sejak dibuatnya ilmu bintang selama Abad Pertengahan mengenai gerakan planet-planet sampai abad ke-13. Lalu seorang bijaksana dari Kastil (Spanyol Tengah) bernama Alphonso menemukan Tabel Alphonsine, yang lebih akurat dibanding tabel milik Ptolemius. Fakta sebenarnya adalah ahli ilmu falak (ilmu bintang) Islam membuat banyak perbaikan-perbaikan atas penemuan Ptolemius sejak abad ke-9. Mereka adalah ahli ilmu falak pertama yang memperdebatkan gagasan-gagasan kuno Ptolemius. Di dalam kritik mereka atas orang-orang Yunani, mereka manyatukan bukti bahwa matahari adalah pusat dari sistem matahari dan bahwa garis orbit bumi dan planet-planet lainnya boleh jadi berbentuk lonjong (elips). Mereka menghasilkan ratusan tabel-tabel astronomikal dengan keakuratan tinggi dan gambar-gambar bintang. Banyak dari kalkulasi mereka sangat akurat sehingga mereka dihormati pada masa itu. Tabel milik Alphonso (Alphonsine Tables) hanyalah sekedar salinan dari pekerjaan ilmu bintang yang dipancarkan ke Eropa melalui Islam di Spanyol.
Disebutkan pula bahwa seorang sarjana Inggris bernama Roger Bacon pada tahun 1268 untuk pertama kali membuat lensa kaca untuk meningkatkan penglihatan. Pada waktu yang hampir bersamaan, kacamata bisa didapat dan telah digunakan di Cina dan Eropa. Tentu saja kacamata sudah muncul sebelum kacamata Roger Bacon selesai pembuatannya, karena Ibnu Firnas dari Spanyol Islam sudah menemukan kacamata pada abad ke-9, dan diproduksi serta dijual di wilayah Spanyol selama lebih dari dua abad. Setiap sebutan kacamata oleh Roger Bacon, maka itu hanyalah sebuah pengaliran kembali pekerjaan Al-Haytham, orang yang memiliki hasil riset yang dijadikan referensi oleh Bacon.
Sarjana-sarjana Islam dari abad ke-9 sampai ke-14 mempelajari dan menemukan ilmu etnografi. Sejumlah ahli geografi Muslim menggolongkan ras-ras, mencatat secara terperinci penjelasan kebiasaan-kebiasaan budaya unik mereka dan penampilan fisiknya. Para ahli Muslim itu menulis ribuan halaman mengenai topik ini. Pekerjaan seorang Jerman bernama Johann F. Blumenbach (1752-1840) yang mengaku sebagai yang pertama menggolong-golongkan ras ke dalam 5 golongan besar (kulit putih, kuning, coklat, merah dan hitam), tidak sebanding dengan pekerjaan-pekerjaan ahli geografi Muslim itu.


by: Ayu.