Jumat, 25 Maret 2011

Islam Pilihan Hidup Gue!

0 komentar
Hari gini kalau ngomongin soal remaja gaul pasti nggak jauh dari sosok cewek-cowok yang fashionable alias mereka yang selalu update penampilan sesuai tren; rambut bonding atau ala harajuku, di-highlight warna-warni, baju harus minimal distro atau FO (factory outlet). Parfum dengan segala jenisnya juga nggak ketinggalan dimasukkin ke dalam daftar belanja bulanan. Plus, supaya nggak dinilai mati gaya, handphone kudu yang 3,5G atau minimal yang GPRS connected supaya internet tetap online dan acara chatting jalan terus. Supaya nggak dianggap makhluk purbakala, info musik, film, olahraga, en fashion kudu jadi santapan harian.

Eh, ada yang protes nih kayaknya. Gue nggak segitu-gitunya deh ya. Gaul emang kudu. Remaja gitu loh. Tapi, nggak harus juga kayak gitu. Belajar yang bener en jadi orang pinter itu yang harusnya jadi tujuan! Soal baju sih yang penting enak dipake dan nggak telanjang. HP jadul bekas lengseran bokap atau nyokap? Nggak apa-apa. Yang penting kan masih bisa buat nelpon dan sms-an. Iya, ada juga kok emang remaja yang rajin belajar, hemat, baik hati, en nggak sombong lagi. Swit..swiw…

Life is Choice

0 komentar
Hidup adalah pilihan. Pilihan bagi kita untuk menentukan jalan-jalan kehidupan yang ingin kita lalui. Bisa jadi, pilihan itu benar, bahkan bisa jadi kita tersesat ketika menelusuri jalan-jalan tersebut. Menjadi manusia bertakwa adalah pilihan, begitu pula menjadi manusia maksiat, itu adalah pilihan. Manusia diberikan akal untuk berpikir. Demikian halnya pula manusia diberi motivasi atau kehendak dalam dirinya untuk berusaha. Akal dan kehendak merupakan bekal manusia untuk menentukan jalan kehidupannya.

Manusia dihadapkan pada banyaknya simpangan jalan kehidupan. Setiap keputusannya untuk menentukan jalan mana yang ia pilih, maka ia harus siap menanggung resikonya. Ketika ia telah menapaki suatu jalan, ia harus bertanggung jawab atas pilihannya tersebut. Menjadi manusia berilmu merupakan pilihan, dan ia harus bertanggung jawab serta siap menerima resikonya. Lelah membaca dan belajar merupakan resiko yang harus ia terima. Kemudian ia juga harus bertanggung jawab untuk menyebarkan ilmu yang telah diperolehnya. Menjadi orang bodoh pun sebuah pilihan. Pilihan baginya untuk menjadi orang yang santai, bermalas-malasan, menghindar dari kesulitan, dan lalai atas waktu dan harta. Namun ia harus siap dengan resiko sebagai pekerjaan rendahan, tidak mulia dimata manusia dan Tuhannya, serba kebingungan menghadapi problema, dan mudah diombang-ambing oleh realita.

Agama Islam telah menjelaskan dengan detail tentang jalan yang seharusnya manusia tempuh. Jalan antara kebenaran dan kebathilan dengan jelas diterangkan dalam pedoman Al-Qur’an maupun sunnah. Namun begitu, Islam tidak memaksa orang-orang kafir untuk masuk ke dalam Islam. Mengapa? Karena hidup adalah pilihan, dan setiap orang bertanggung jawab atas setiap pilihannya. Silahkan orang-orang kafir mengikuti jalan hidupnya. Namun mereka tetap akan dimintai pertanggungjawabannya dihadapan Allah Ta’ala kelak atas pilihan hidupnya. Didunia mungkin saja ada abu-abu diantara hitam dan putih. Tapi diakhirat telah terpisah jelas, hanya ada hitam atau putih. Yang ada hanya surga atau neraka. Surga hanya bagi mereka yang mengikuti agama Allah, sedangkan neraka khusus bagi mereka para pembangkang syariat Allah. Orang-orang beriman tentu menentukan jalan pilihannya diatas ketakwaan. Namun dengan resiko yang tentu juga berat dan tanggung jawab yang tidak pula ringan. Ia harus kuat menahan hawa nafsu dan syahwatnya agar tidak terjerumus dalam lubang kemaksiatan. Begitu pula ia harus menuntut ilmu secara mendalam supaya terhalangi syubhat dan kebodohan. Demikian juga ia harus bersabar dalam amal ketaatan. Orang yang menentukan pilihan diatas jalan ketakwaan.

Hidup memang pilihan. Pilihan untuk menjadi apapun. Jalan manapun bebas kita lalui. Namun, kita harus bertanggung jawab atas setiap pilihan yang telah kita tentukan. Dan sanggupkah kita mempertanggungjawabkannya dihadapan Allah kelak? Silahkan jalani arah hidup yang menjadi pilihan Anda. Namun jangan lupa, siapkan diri Anda untuk mempertanggung jawabkannya di akhirat kelak, karena disanalah perjalanan akhir hidup kita semua. Dan diakhirat hanya ada dua jalan pilihan, tersenyum di surga atau merana di neraka. Tentukan pilihan Anda. Wallahua’lam.

Selasa, 01 Maret 2011

Dimanakah Saya ??

0 komentar
Bismillah.

Bicara mengenai umur, Rasul meninggal pada usia 63 tahun.

Bagi saya, usia 63 tahun adalah waktu yang sangat sebentar dibandingkan dengan waktu di akhirat kelak. APALAGI, kita tidak tahu kapan ajal menjemput kita bukan? BODOH NAMANYA JIKA MENGAITKAN KEMATIAN DENGAN TUA-MUDA, SAKIT-SEHAT.

Saya bertanya kepada diri saya sendiri, apakah saya tahu kapan ajal akan menjemput saya? Apa yang sudah saya capai selama kehidupan? Apa sebenarnya tujuan hidup saya? Untuk apa saya diciptakan?

Bingung?

Ya, saya juga sempat bingung. Tapi, dalam waktu kehidupan yang sebentar ini selayaknya saya sudah BERUSAHA mencapai sesuatu hal. Sesuatu yang merupakan tujuan hidup sebenarnya. Sesuatu yang merupakan alasan kenapa kita diciptakan. Tapi apakah itu?

Sebelum saya membahas lebih lanjut alasan dan tujuan kita hidup, mari kita lihat kepada diri kita, tubuh kita. Hmmm... amazing isn't? Jika disambung-sambungkan, panjang pembuluh darah kita ini sekitar 96.000km(dua setengah kali mengitari planet bumi), dan darah mengitari jarak yang begitu jauh tersebut hanya dalam 23 detik! Saat kita tidur, secara otomatis kita bernapas dengan sendirinya, SECARA OTOMATIS! Jantung kita tiada lelah berhenti bekerja, terussss saja berdetak. Dan masih banyak lagi keajaiban tubuh kita yang lainnya.

Kita lihat ke luar angkasa, ....... gw speechless kalau ingin membicarakan luar angkasa. Kenapa? Yaaaa speechless aja. Bagaimana tidak? Planet bumi, yang saya anggap besar sekali, hanya bagaikan sebutir pasir di sebuah gurun yang sangat luas. Matahari? Bah! Ternyata, ada bintang-bintang yang besarnya RATUSAN kali lebih besar daripada matahari!

Dari keajaiban-keajaiban diatas, keajaiban pada diri kita maupun keajaiban di alam semesta ini, apakah keajaiban-keajaiban tersebut ada dengan sendirinya? Terbentuk dengan sendirinya? Teratur dengan sendirinya? Tentu saja tidak! Seluruh keajaiban-keajaiban tersebut pasti ada yang mengatur, ada yang menciptakan. BODOH NAMANYA JIKA MENGANGGAP KEAJAIBAN-KEAJAIBAN TERSEBUT TERCIPTA DAN DIATUR DENGAN SENDIRINYA.

Siapa yang menciptakan keajaiban-keajaiban tersebut?
Dia adalah yang mahakuasa, tuhan kita Allah SWT.


Kembali, jadi apa tujuan dan alasan saya terlahir ke dunia ini? Apakah hanya berdiam diri saja? Menerima nasib?
Apakah untuk yang namanya uang? Memang, uang adalah sesuatu yang vital. Tapi! Bukan hanya untuk sekedar mendapatkan uang, saya terlahir ke dunia ini. Apakah saya hidup hanya untuk mendapatkan wanita? Wah, kenapa harus pusing? Memang, sebagai seroang pria saya membutuhkan seorang wanita untuk melanjutkan keturunan. Tapi, apakah saya tercipta hanya untuk mencari wanita saja? Apakah untuk mendapatkan hal-hal duniawi lainnya?

Hmmm,... pada saat moment ini, saya 'sempat' berpikir begini;
"Yak, TUJUAN/ALASAN saya terlahir di dunia ini adalah untuk beribadah kepada Allah SWT."

Saya beritahu satu hal. Bagi saya, statement di atas KURANG TEPAT untuk dijadikan TUJUAN/ALASAN kenapa saya terlahir ke dunia. Bagi saya, statement diatas adalah sebagai KEWAJIBAN saya, sebagai seorang hamba, untuk beribadah kepada Allah SWT.

Rasulullah Muhammad SAW bersabda:
"Di tengah-tengah kalian terdapat zaman kenabian, atas izin Allah ia tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian. Ia ada dan atas izin Allah ia akan tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan (kerajaan) yang zalim; ia juga ada dan atas izin Allah ia akan tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan (kerajaan) diktator yang menyengsarakan; ia juga ada dan atas izin Alah akan tetap ada. Selanjutnya akan ada kembali Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian." Beliau kemudiannya diam. [HR Ahmad dan al-Bazar]

Dari hadis diatas terdapat beberapa zaman yang akan dilalui umat manusia, diantaranya;
1. Zaman kenabian. Atas izin Allah SWT. zaman ini sudah 'pernah' ada. Dan atas izin Allah SWT. zaman ini 'telah' berakhir.
2. Zaman Khilafah yang mengikut manhaj kenabian. Atas izin Allah SWT. zaman ini sudah 'pernah' ada. Dan atas izin Allah SWT. zaman ini 'telah' berakhir.
3. Zaman dimana kekuasaan diktator yang menyengsarakan. Atas izin Allah SWT. zaman ini 'ada'. Dan atas izin Allah SWT. zaman ini 'akan' berakhir.
4. Zaman dimana kembali Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian. Atas izin Allah SWT. zaman ini 'akan' ada. Dan atas izin Allah SWT. zaman ini 'akan' berakhir.

Dimana posisi saya saat ini? Posisi saya saat ini adalah pada 'zaman dimana kekuasaan diktator yang menyengsarakan'. Lihat saja, Irak, Afghanistan, Palestine, Indonesia, dan negara-negara lainnya dimana umat muslim berada. Berkuasa para penguasa diktator yang menyengsarakan, menjajah!

Apakah zaman dimana kembalinya Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian akan benar-benar muncul? Jikalau saya sebagai seorang muslim yang percaya adanya tuhan yang menciptakan dan mengatur alam semesta, Allah SWT. hanya berdiam diri saja? Tentu tidak! Saya harus bertindak! Harus berpartisipasi untuk mengembalikan zaman Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian. Itulah TUJUAN ALASAN SAYA TERLAHIR DI DUNIA, BERUSAHA MEWUJUDKAN KEMBALI ZAMAN KHILAFAH YANG MENGIKUTI MANHAJ KENABIAN.

Memang zaman kembalinya Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian akan benar-benar ada, karena itu adalah atas izin Allah SWT. Tapi, jika saya hanya diam, dan Anda-Anda-Anda dan Anda juga diam, apa jadinya?

Sumber : http://www.facebook.com/note.php?note_id=453869768057

Peran dan Paradigma Islam Dalam Perkembangan IPTEK

0 komentar
Peran Islam dalam perkembangan iptek pada dasarnya ada 2 (dua)[1]. Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan. Paradigma inilah yang seharusnya dimiliki umat Islam, bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Paradigma Islam ini menyatakan bahwa Aqidah Islam wajib dijadikan landasan pemikiran (qa’idah fikriyah) bagi seluruh bangunan ilmu pengetahuan. Ini bukan berarti menjadi Aqidah Islam sebagai sumber segala macam ilmu pengetahuan, melainkan menjadi standar bagi segala ilmu pengetahuan. Maka ilmu pengetahuan yang sesuai dengan Aqidah Islam dapat diterima dan diamalkan, sedang yang bertentangan dengannya, wajib ditolak dan tidak boleh diamalkan.

Kedua, menjadikan Syariah Islam (yang lahir dari Aqidah Islam) sebagai standar bagi pemanfaatan iptek dalam kehidupan sehari-hari. Standar atau kriteria inilah yang seharusnya yang digunakan umat Islam, bukan standar manfaat (pragmatisme/utilitarianisme) seperti yang ada sekarang. Standar syariah ini mengatur, bahwa boleh tidaknya pemanfaatan iptek, didasarkan pada ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam). Umat Islam boleh memanfaatkan iptek, jika telah dihalalkan oleh Syariah Islam. Sebaliknya jika suatu aspek iptek telah diharamkan oleh Syariah, maka tidak boleh umat Islam memanfaatkannya, walau pun ia menghasilkan manfaat sesaat untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Hubungan agama dan iptek, secara garis besar, berdasarkan tinjauan ideologi yang mendasari hubungan keduanya, terdapat 3 (tiga) jenis paradigma (Yahya Farghal, 1990: 99-119): Pertama, paradagima sekuler, yaitu paradigma yang memandang agama dan iptek adalah terpisah satu sama lain. Sebab, dalam ideologi sekularisme Barat, agama telah dipisahkan dari kehidupan (fashl al-din ‘an al-hayah). Agama tidak dinafikan eksistensinya, tapi hanya dibatasi perannya dalam hubungan pribadi manusia dengan tuhannya. Agama tidak mengatur kehidupan umum/publik. Paradigma ini memandang agama dan iptek tidak bisa mencampuri dan mengintervensi yang lainnya. Agama dan iptek sama sekali terpisah baik secara ontologis (berkaitan dengan pengertian atau hakikat sesuatu hal), epistemologis (berkaitan dengan cara memperoleh pengetahuan), dan aksiologis (berkaitan dengan cara menerapkan pengetahuan).

Kedua, paradigma sosialis, yaitu paradigma dari ideologi sosialisme yang menafikan eksistensi agama sama sekali. Agama itu tidak ada, tidak ada hubungan dan kaitan apa pun dengan iptek. Iptek bisa berjalan secara independen dan lepas secara total dari agama. Paradigma ini mirip dengan paradigma sekuler di atas, tapi lebih ekstrem. Dalam paradigma sekuler, agama berfungsi secara sekularistik, yaitu tidak dinafikan keberadaannya, tapi hanya dibatasi perannya dalam hubungan vertikal manusia-tuhan. Sedang dalam paradigma sosialis, agama dipandang secara ateistik, yaitu dianggap tidak ada (in-exist) dan dibuang sama sekali dari kehidupan. Berdasarkan paradigma sosialis ini, maka agama tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan iptek. Seluruh bangunan ilmu pengetahuan dalam paradigma sosialis didasarkan pada ide dasar materialisme, khususnya Materialisme Dialektis (Yahya Farghal, 1994: 112). Paham Materialisme Dialektis adalah paham yang memandang adanya keseluruhan proses perubahan yang terjadi terus menerus melalui proses dialektika, yaitu melalui pertentangan-pertentangan yang ada pada materi yang sudah mengandung benih perkembanganitu sendiri.

Ketiga, paradigma Islam, yaitu paradigma yang memandang bahwa agama adalah dasar dan pengatur kehidupan. Aqidah Islam menjadi basis dari segala ilmu pengetahuan. Aqidah Islam –yang terwujud dalam apa-apa yang ada dalam al-Qur`an dan al-Hadits– menjadi qa’idah fikriyah (landasan pemikiran), yaitu suatu asas yang di atasnya dibangun seluruh bangunan pemikiran dan ilmu pengetahuan manusia (An-Nabhani, 2001). Paradigma ini memerintahkan manusia untuk membangun segala pemikirannya berdasarkan Aqidah Islam, bukan lepas dari aqidah itu. Ini bisa kita pahami dari ayat yang pertama kali turun (artinya) :

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan.
(Q.S. al-‘Alaq [96]: 1).

Ayat ini berarti manusia telah diperintahkan untuk membaca guna memperoleh berbagai pemikiran dan pemahaman. Tetapi segala pemikirannya itu tidak boleh lepas dari Aqidah Islam, karena iqra` haruslah dengan bismi rabbika, yaitu tetap berdasarkan iman kepada Allah, yang merupakan asas Aqidah Islam (Al-Qashash, 1995: 81). Paradigma Islam ini menyatakan bahwa, kata putus dalam ilmu pengetahuan bukan berada pada pengetahuan atau filsafat manusia yang sempit, melainkan berada pada ilmu Allah yang mencakup dan meliputi segala sesuatu (Yahya Farghal, 1994: 117). Firman Allah SWT:

 “Dan adalah (pengetahuan) Allah Maha Meliputi segala sesuatu.”
(QS. an-Nisaa` [4]: 126).
“Dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.”
(QS. ath-Thalaq [65]: 12).

Itulah paradigma yang dibawa Rasulullah SAW yang meletakkan Aqidah Islam yang berasas Laa ilaaha illallah Muhammad Rasulullah sebagai asas ilmu pengetahuan. Beliau mengajak memeluk Aqidah Islam lebih dulu, lalu setelah itu menjadikan aqidah tersebut sebagai pondasi dan standar bagi berbagai pengetahun. Dengan jelas kita tahu bahwa Rasulullah SAW telah meletakkan Aqidah Islam sebagai dasar ilmu pengetahuan, sebab beliau menjelaskan, bahwa fenomena alam adalah tanda keberadaan dan kekuasaan Allah, tidak ada hubungannya dengan nasib seseorang. Hal ini sesuai dengan aqidah muslim yang tertera dalam al-Qur`an:

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang berakal.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 190).

Inilah paradigma Islam yang menjadikan Aqidah Islam sebagai dasar segala pengetahuan seorang muslim. Paradigma inilah yang telah mencetak muslim-muslim yang taat dan shaleh tapi sekaligus cerdas dalam iptek. Itulah hasil dan prestasi cemerlang dari paradigma Islam ini yang dapat dilihat pada masa kejayaan iptek Dunia Islam antara tahun 700 – 1400 M. Aqidah Islam sebagai dasar Iptek inilah peran pertama yang dimainkan Islam dalam iptek, yaitu aqidah Islam harus dijadikan basis segala konsep dan aplikasi iptek. Inilah paradigma Islam sebagaimana yang telah dibawa oleh Rasulullah Saw. Paradigma Islam inilah yang seharusnya diadopsi oleh kaum muslimin saat ini. Bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Diakui atau tidak, kini umat Islam telah telah terjerumus dalam sikap membebek dan mengekor Barat dalam segala-galanya; dalam pandangan hidup, gaya hidup, termasuk dalam konsep ilmu pengetahuan.

Bercokolnya paradigma sekuler inilah yang bisa menjelaskan, mengapa di dalam sistem pendidikan yang diikuti orang Islam, diajarkan sistem ekonomi kapitalis yang pragmatis serta tidak kenal halal haram. Eksistensi paradigma sekuler itu menjelaskan pula mengapa tetap diajarkan konsep pengetahuan yang bertentangan dengan keyakinan dan keimanan muslim. Misalnya Teori Darwin yang dusta dan sekaligus bertolak belakang dengan Aqidah Islam. Kekeliruan paradigmatis ini harus dikoreksi. Ini tentu perlu perubahan fundamental dan perombakan total. Dengan cara mengganti paradigma sekuler yang ada saat ini, dengan paradigma Islam yang memandang bahwa Aqidah Islam (bukan paham sekularisme) yang seharusnya dijadikan basis bagi bangunan ilmu pengetahuan manusia. Namun di sini perlu dipahami dengan seksama, bahwa ketika Aqidah Islam dijadikan landasan iptek, bukan berarti konsep-konsep iptek harus bersumber dari al-Qur`an dan al-Hadits, tapi maksudnya adalah konsep iptek harus distandardisasi benar salahnya dengan tolok ukur al-Qur`an dan al-Hadits dan tidak boleh bertentangan dengan keduanya (Al-Baghdadi, 1996: 12). Jika kita menjadikan Aqidah Islam sebagai landasan iptek, bukan berarti bahwa ilmu astronomi, geologi, agronomi, dan seterusnya, harus didasarkan pada ayat tertentu, atau hadis tertentu. Kalau pun ada ayat atau hadis yang cocok dengan fakta sains, itu adalah bukti keluasan ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu, bukan berarti konsep iptek harus bersumber pada ayat atau hadis tertentu. Banyak ayat-ayat al-Qur’an yang menunjukkan betapa luasnya ilmu Allah sehingga meliputi segala sesuatu, dan menjadi tolok ukur kesimpulan iptek, bukan berarti bahwa konsep iptek wajib didasarkan pada ayat-ayat tertentu. Jadi, yang dimaksud menjadikan Aqidah Islam sebagai landasan iptek bukanlah bahwa konsep iptek wajib bersumber kepada al-Qur`an dan al-Hadits, tapi yang dimaksud, bahwa iptek wajib berstandar pada al-Qur`an dan al-Hadits. Ringkasnya, al-Qur`an dan al-Hadits adalah standar (miqyas) iptek, dan bukannya sumber (mashdar) iptek. Artinya, apa pun konsep iptek yang dikembangkan, harus sesuai dengan al-Qur`an dan al-Hadits, dan tidak boleh bertentangan dengan al-Qur`an dan al-Hadits itu.

sumber : http://blog.uin-malang.ac.id/abdulaziz/2010/08/31/peran-dan-paradigma-islam-dalam-perkembangan-iptek/